TUAN GURU BAJANG. Cucu Pejuang Kemerdekaan yang Jadi Gubernur Termuda Indonesia!

06.58
Para pembaca mungkin masih asing mendengar nama Syaikh Zainuddin Abdul Madjid. Tetapi coba anda berkunjung ke Pulau Lombok (sebuah pulau kecil dan indah yang sering dijuluki Pulau Seribu Masjid), kemudian menanyakan nama itu kepada orang asli Lombok, pastilah semua orang yang anda tanya akan kenal sekali dengan nama itu. Terutama di kalangan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pejabat. Apalagi jika pembaca atau wartawan bertanya kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini. Mengapa? Simak terus tulisan ini untuk mendapatkan jawabannya. 

Syaikh Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah seorang tokoh terkenal di Pulau Lombok bahkan Nusa Tenggara Barat. Di pulau Lombok, sebutan syaikh lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru. Tuan Guru ini identik dengan Kyai di Jawa. Sehingga di depan nama Beliau ini biasanya dituliskan singkatan TGKH (Tuan Guru Kyai Haji). Sehingga dalam penulisan nama Beliau di berbagai tempat secara lengkapnya adalah TGKH Syaikh Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Profil Beliau juga bisa kita pelajari lebih lengkap melalui ensiklopedia wikipedia.org, seperti yang tertulis berikut ini: Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (disingkat menjadi Hamzanwadi = Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) lahir di desa Pancor, Lombok Timur, 5 Agustus 1898 – meninggal di tempat yang sama pada 21 Oktober 1997 Masehi / 19 Jumadil Tsani 1418 Hijriah dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. 

Beliau adalah pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islam yang terbesar di provinsi Nusa Tenggara Barat / NTB. Pendidikan Agama di Makkah Al Mukarromah Pendidikan dasar Beliau diselesaikan di Kampung Bermi Desa Pancor, Kabupaten Lombok Timur, NTB (tempat penulis tinggal saat ini). Saat Beliau berusia 15 tahun (tahun 1923 M), beliau dikirim oleh ayahandanya Tuan Guru Abdul Madjid untuk belajar agama di Makkah Al Mukarromah. Di Makkah, beliau belajar di Madrasah Ash Shaulatiyah yang dipimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah. 


Selama belajar di madrasah, beliau dikenal memiliki prestasi akademik yang sangat istimewa. Beliau berhasil meraih peringkat pertama dan juara umum. Dengan kecerdasan yang luar biasa, TGKH. Muhammad Zainuddin berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6 tahun, padahal normalnya adalah 9 tahun. Dari kelas 2, diloncatkan ke kelas 4, kemudian loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemudian pada tahun-tahun berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9. Beliau tamat dari Madrasah Shaulatiyah dengan predikat Mumtaz (summa cumlaude) dan ijazah Beliau ditulis langsung dengan oleh ahli khat terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah. 

Syaikh Maulana Abdul Madjid
Perjuangan dan Dakwah Sepulangnya Beliau dari Makkah pada tahun 1934, Beliau mendirikan Madrasah Al Mujahidin (1934 M), dan kemudian pada tahun 1937 mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan (disingkat NW). Madrasah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya organisasai agama terbesar di NTB yaitu Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan (NW), yang menjadi perintis dan penggerak sosial keagamaan di Lombok dan Sumbawa. Bahkan saat ini, murid-murid Beliau sudah banyak yang berdakwah dan mendirikan Madrasah NW di berbagai daerah di Indonesia seperti NTT, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau, Sulawesi, Kalimantan, bahkan sampai ke mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan lain sebagainya. 

Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, madrasah NW menjadi penggerak dan markas perjuangan melawan penjajah. Beliau bersama adiknya Tuan Guru Haji Muhammad Faisal bertempur dan menyerbu tentara NICA di Kota Selong. Namun akhirnya adik Beliau gugur di medan pertempuran. Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok Pada tahun 1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur.


Pengabdian untuk Masyarakat dan Negara Maulana Syaikh Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah sosok ulama yang jenius, kharismatik, ikhlas, dan bersahaja. Beliau juga sangat berjasa untuk bangsa ini. Karya Selain berdakwah secara langsung dengan berkeliling di seluruh NTB, beliau juga produktif menulis. Bahkan hingga saat ini, beberapa karya Beliau selalu diamalkan oleh kaum Nahdliyyin (pengikut NW) yang dibaca setiap malam Senin dan Jumat di kampung-kampung di sebagian besar wilayah Lombok. 

Beliau wafat pada tanggal 21 Oktober 1997 Masehi (20 Jumadil Akhir 1418 H) dalam usia 99 tahun. Beliau adalah ulama pewaris para nabi. Beliau sangat berjasa dalam mengubah masyarakat NTB dari keyakinan semula yang mayoritas animisme dan paganisme menuju masyarakat NTB yang islami. Buah perjuangan Beliau juga lah yang menjadikan Pulau Lombok sehingga dijuluki Pulau Seribu Masjid. Karena di seluruh kampung di Lombok pasti kita temukan masjid untuk tempat ibadah dan acara sosial, baik yang berukuran kecil maupun besar. 

Saat ini pun, propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dipimpin oleh cucu Beliau, yaitu Dr. Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainul Majdi, MA. Beliau in sering dipanggil Tuan Guru Bajang. Karena umur beliau ini masih muda belia (bajang artinya muda dalam bahasa sasak). Saat terpilih sebagai gubernur, tuan guru bajang ini masih berusia 36 tahun, sehingga dinobatkan sebagai Gubernur Termuda di Indonesia. Cucu syaikh Zainuddin ini merupakan doktor tafsir lulusan Universitas Al Azhar Cairo Mesir. 

Memperhatikan seluruh riwayat kelahiran, pendidikan, dan perjuangan Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Madjid baik untuk masyarakatnya dan negaranya, maka sudah sepantasnya Beliau ini diangkat sebagai Pahlawan Nasional Perjuangan. Namun sayang seribu sayang, sampai hari ini saya belum mendengar pemerintah mengeluarkan SK untuk pengangkatan Beliau sebagai Pahlawan Nasional. Padahal, setiap ada kegiatan HULTAH (Hari Ulang Tahun organisasi NW ini) sudah sering kedatangan para pejabat dari pusat. Presiden SBY pun pernah datang ke Pancor ini sebelum jadi presiden. Pejabat lain yang pernah saya catat kedatangannya adalah: Yusril Ihza Mahendra, MS Ka’ban, Hatta Rajasa, Tifatul Sembiring, Hidayat Nurwachid, Nurmahmudi Ismail, Syafii Antonio, dll. 

sumber : kompasiana



Artikel Terkait

Previous
Next Post »