Senjata sumpit suku Dayak, Kalimantan, lebih ditakuti daripada senjata api. Ia tidak menimbulkan kegaduhan sebagaimana umumnya senjata-senjata jarak jauh, baik saat ditembakkan maupun saat mengenai sasaran. Dengan racun mematikan, sumpit dirancang bukan sekedar untuk melumpuhkan sasaran tembak, melainkan untuk membunuh.
Kekuatan racun dari senjata sumpit suku Dayak bermacam-macam, namun kesemuanya mampu mematikan korban hanya dalam waktu beberapa menit saja. Dan konon, menurut banyak sumber, tidak ada penawar untuk racunnya, sehingga apapun dan siapapun yang terkena racun ini dipastikan akan segera mati.
Senjata Pasukan Hantu
senjata sumpit suku dayak lebih berbahaya daripada senjata api keampuhan sumpit Dayak sangat ditakuti Belanda pada jaman penjajahan dulu, sehingga karenanya pendudukan Belanda di kalimantan hanya mencakup bebarapa wilayah kalimantan kota, dan tidak mampu menyentuh pedalaman Kalimantan di mana Suku Dayak tersebar.
Dengan sistem tempur gerilya, pasukan Dayak mengendap dan menembakkan sumpitnya dari jarak yang cukup jauh, bisa sampai 200 meter. Tanpa kegaduhan yang berarti mereka membunuh pasukan Belanda yang bahkan tidak tahu dari arah mana mereka diserang. Karena itulah pada masa itu muncul julukan “pasukan hantu” bagi gerilyawan Dayak, dan sumpit itulah yang menjadi senjata pasukan hantu.
Bagaimana tidak ditakuti, perbandingan tingkat bahaya yang diancamkan sumpit jauh lebih tinggi ketimbang senjata modern Belanda pada masa itu. Orang yang tertembak peluru di bagian tubuh yang tidak fatal hanya akan menderita sakit. Jika bersarang di tubuh, peluru tinggal dikeluarkan dan dengan pengobatan secukupnya, korban penembakan akan sembuh dalam waktu relatif singkat. Tetapi sumpit sebaliknya, di bagian tubuh manapun korban tertembak, cepat atau lambat (relatifitas waktu hanya hitungan menit) dipastikan akan mati.
Racun Mematikan, Tapi Daging Hewan Buruan Bisa Dimakan
Selain sebagai senjata perang, sumpit Dayak juga digunakan untuk berburu binatang hutan untuk dikonsumsi. Nah, inilah yang belum saya mengerti. Bahwa racun yang digunakan sangat mematikan, tetapi hewan buruan yang mati terkena racun sumpit itu bisa dimakan. Mereka hanya perlu membuang bagian daging di sekitar luka tembak hanya karena rasa dagingnya menjadi tidak enak, bukan karena bahaya racunnya. Semoga ada diantara anda yang bisa membantu saya memahami hal ini.
Warisan Budaya Indonesia dan Perkembangannya
Suku Dayak Kalimantan memang bukan satu-satunya yang menggunakan sumpit sebagai senjata, suku asli Amerika selatan dan kaum Samurai Jepang juga menggunakannya. Suku Dayak pun tidak hanya menggunakan sumpit sebagai senjata. Di antara yang lainnya, mereka menggunakan mandau (pedang/golok), lonjo (tombak), dan telawang (perisai). Meskipun demikian, kini saya hanya akan berfokus pada senjata sumpit suku Dayak saja.
senjata sumpit suku Dayak: menyumpit sebagai cabang olahraga.
Saya belum mendapatkan keterangan pasti kapan suku Dayak mulai menggunakan senjata Sumpit, tapi meninjau pola hidup di pedalaman hutan di mana perburuan hewan untuk dikonsumsi serta peperangan antar anak suku yang dikisahkan banyak terjadi jauh di masa lalu, yang membuat suku Dayak tersebar di seluruh pulau Kalimantan, diperkirakan sumpit muncul di awal-awal pertumbuhan peradaban suku Dayak.
Hingga kini, sebagai perangkat adat, senjata sumpit suku Dayak masih tetap lestari. Bahkan pada perkembangan di jaman sekarang, selain sebagai senjata, sumpit dibuatkan replikanya untuk kebutuhan kesenian dan wisata etnis. Oleh para seniman, sumpit dan kegiatan menyumpit ditransformasi ke dalam bentuk tarian. Sedangkan untuk para wisatawan yang datang ke kalimantan, tersedia juga berbagai macam replika sumpit untuk cindera mata. Selain itu, keterampilan menyumpit dijadikan sebagai sebuah cabang olah raga yang diperlombakan. untuk fungsi-fungsi ini, keberadaan racun mematikan tentu saja disingkirkan.
Struktur Sumpit
Senjata sumpit suku Dayak terdiri dari tiga bagian utama, yakni batang sumpit (berbentuk pipa), anak sumpit (damek) dengan racun pada matanya, dan mata tombak (sangkoh) terbuat dari logam atau batu gunung. Sangkoh ini dipasang di ujung batang sumpit dengan fungsi seperti sangkur pada senapan, yakni sebagai senjata cadangan yang dipergunakan pada pertempuran jarak dekat.
perlengkapan senjata sumpit suku Dayak
Amunisi sumpit, damek, ditempatkan pada sebuah wadah (telep) yang biasanya berkapasitas 50-100 damek. Pada batang damek yang biasanya berukuran panjang 15 cm itu, terdapat dua bagian penting yang dengannya damek melesat dengan cepat tanpa suara dan menembus tubuh sasaran tembak dan membunuhnya; ialah mata damek yang runcing dan beracun di bagian kepala, serta lilitan kapas atau bahan lain di bagian ekor yang berfungsi untuk menjaga akselerasi damek pada saat melesat.
Cara Penggunaan Sumpit
Bagaimana bisa sumpit yang ditembakkan hanya dengan cara ditiup bisa melesat sejauh puluhan meter, bahkan konon mampu mencapai sasaran tembak hingga jarak 200 meter?
Sumpit adalah senjata jarak jauh yang mengandalkan kemampuan pengolahan napas si pemakai senjata tersebut sebagai pemicu utamanya. Tentu saja ada teknik pengolahan tersendiri dalam yang harus dikuasai penyumpit, yang berbeda dengan pengolahan napas untuk kebutuhan lain, meniup seruling atau pipebag, misalnya. Hanya yang ingin saya garis bawahi dalam hal ini adalah, bahwa napas adalah sumber daya energi yang bisa dimanfaatkan manusia untuk kebutuhan-kebutuhan yang bahkan sebelumnya tidak pernah terbayangkan.
tekhnik penggunaan senjata sumpit suku Dayak
Tekhnik pernapasan akan berhubungan langsung dengan posisi tubuh penyumpit. Lazimnya, Sumpit digunakan dengan posisi tubuh berdiri atau berjongkok. Kedua posisi ini sangat memudahkan penyumpit memampatkan napasnya dan meledakkannya atau meniup dengan seketika melalui mulut, mendorong damek yang ada pada lubang sumpit. Begitu pun, cara memegang sumpit sangat berpengaruh akurasi tembakan. Cara yang benar memegang sumpit adalah kedua telapak tangan harus menghadap ke atas. Kedua telapak tangan itu sebaiknya berdekatan atau bersentuhan.
Tingkat konsentrasi yang tinggi pada sasaran tembak sangat dibutuhkan .
Menyumpit, sebagaimana halnya sebuah keterampilan, adalah kemampuan yang diraih oleh kebiasaan atau latihan. Semakin banyak berlatih, kemampuan menyumpit tentu akan semakin tinggi.
Nilai Budaya Sumpit Dayak
Senjata sumpit suku Dayak bukanlah sekedar sebatang kayu yang bagian tengahnya dilubangi. Sumpit bukan juga sekedar senjata pembunuh. Terlebih dari semua itu, sumpit merupakan sebuah indigenous technology masyarakat Dayak yang dihasilkan dari proses persentuhan manusia dengan alam dan segala fenomenanya. Sumpit merupakan pengejawantahan pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan lokal yang berkembang dalam masyarakat Dayak.
Secara garis besar, terdapat empat nilai luhur yang terkandung dalam sumpit, yaitu Perjuangan bertahan hidup (survival struggling), pemahaman terhadap kehidupan (understanding for natural life), keterampilan (skill), dan sakral (sacred values).
Perjuangan Bertahan Hidup (Survival Struggling)
Setiap manusia akan senantiasa membentuk dan menciptakan sesuatu yang mampu menjamin keberlangsungan hidupnya. Kondisi alam yang berupa hutan belantara dengan pohon-pohon besar dan binatang buas menuntut masyarakat Dayak untuk membuat senjata yang mampu menjangkau sasaran yang berada di atas pohon maupun yang berada di balik rerimbunan.
Keberadaan racun pada anak sumpit merupakan antisipasi dari kemungkinan binatang buruan atau musuh tidak dapat dilumpuhkan, misalnya karena jarak jangkaunya cukup jauh maupun faktor alam lainnya seperti kuatnya hembusan angin sehingga tembakan tidak telak mengenai sasaran. Dengan racun ini, maka cukup dengan tergores saja, sasaran akan mati. Jika binatang buruan atau musuh tidak terkena bidikan, dan bahkan balik menyerang dengan cukup cepat, maka sangkoh yang berada pada ujung pipa sumpit yang terbuat dari kayu keras segera berubah menjadi tombak dan dengan sendirinya menjadi senjata pertahanan diri yang cukup efektif pada pertempuran jarak dekat.
Pemahaman Terhadap Kehidupan (Understanding for Natural Life).
Penggunaan sumpit dengan segala keterbatasannya mengharuskan orang Dayak mengetahui dan memahami kondisi dan potensi alam yang mereka tempati. Racun yang digunakan untuk mengolesi damek, misalnya, merupakan bukti pemahaman mereka terhadap potensi yang dikandung oleh tumbuh-tumbuhan.
kearifan lokal suku Dayak
Mereka juga harus pandai menghitung waktu dan membaca arah angin, sehingga pemanfaatan sumpit bisa berfungsi dengan maksimal. Misalnya, untuk menyumpit maka seseorang tidak boleh berlawanan atau memotong arah angin, karena bisa menyebabkan bidikan melenceng dari arah sasaran.
Selain itu, dalam berburu mereka tetap mempertimbangkan kelestarian alam dan segala yang hidup di dalamnya. Hal ini misalnya dapat dilihat dari aturan tidak tertulis bahwa berburu hanya boleh dilakukan pada saat tertentu dengan tujuan tertentu, misalnya untuk lauk-pauk.
Keterampilan (Skill)
Agar senjata sumpit suku Dayak dapat berfungsi secara maksimal, maka diperlukan keterampilan khusus sejak pembuatan sampai ketika menggunakannya. Pada tahap pembuatan misalnya, seseorang harus benar-benar ahli untuk membuat lubang lurus pada kayu. Jika lubang yang dibuat tidak lurus, maka sumpit yang dihasilkan tidak akan berfungsi secara maksimal. Demikian juga ketika hendak menggunakan sumpit, harus menguasai tehnik-tehnik khusus yang hanya dapat dilakukan dengan latihan-latihan. Dengan latihan-latihan tersebut, maka seseorang akan mempunyai keterampilan khusus.
Sakral (Sacred Values)
Ketika sebuah alat menjadi faktor determinan dalam kehidupan masyarakat, maka biasanya alat itu akan segera dikonstruksi menjadi benda sakral, demikian juga dengan sumpit. Jika pada awalnya sumpit diciptakan untuk berburu atau berperang, namun karena posisinya semakin determinan dalam kehidupan orang Dayak, maka ia lambat laun mempunyai nilai sakral. Hal ini misalnya dapat dilihat dari penggunaan senjata sumpit suku Dayak sebagai pelengkap upacara dan bahkan mas kawin dalam pernikahan orang Dayak.